Aku dan istriku yang baru menikah selama setahun, akhirnya bisa membeli
rumah sendiri, setelah selama beberapa bulan ikut dengan mertua. Meski
rumah itu tidak begitu besar, namun rasanya cukup membahagiakan hatiku.
Bagaimana tidak? Suami mana yang tak merasa bangga bisa membeli rumah
sendiri, ketimbang nebeng di rumah mertua.
Rumah yang kubeli, keberadaannya agak jauh dari rumah penduduk lain.
Entah mengapa, sepertinya para penduduk di sekitar rumah yang kubeli
itu, enggan berdekatan dengannya. Bahkan sewaktu aku hendak membeli
rumah itu, ada penduduk yang memberitahuku kalau rumah itu angker.
Katanya ada penghuninya.
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Aku menganggapnya sebagai cerita
bohong belaka. Lagipula, sebagai manusia yang diberi akal dan pikiran,
kenapa harus takut pada hal-hal mistik seperti itu? Ketimbang tinggal
bersama mertua, bukankah lebih baik punya rumah sendiri?
Semula, saat pertama istriku melihat rumah itu, dia pun mengatakan kalau
tempat itu seram. Istriku yang masih muda itu sebelumnya memang selalu
tinggal bersama keluarga besar orang tuanya di sebuah rumah besar di
lingkungan yang ramai di Sukabumi. Hani baru berusia 20 tahun. Lebih
muda 6 tahun dariku. Sifatnya begitu polos dan jujur. Tubuhnya langsing
padat dengan kulit yang putih bersih. Wajahnya cantik seperti aktris
Dina Lorenza dengan rambut panjang terurai, ia adalah seorang istri yang
ideal bagiku.
Dengan keyakinan yang kuberikan, akhirnya istriku pun bisa menerimanya. Setelah dibersihkan dan dirapikan, kami pun pindah.
Hari pertama kami menempatinya, tak ada hal-hal aneh. Itu sebabnya
keesokan harinya kukatakan pada istriku bahwa apa yang dikatakan oleh
orang-orang mengenai rumah itu tak benar. Istriku pun semakin bertambah
yakin dan percaya dengan perkataanku. Begitu juga dengan hari
selanjutnya sampai enam hari kami menempati rumah itu, tak ada hal-hal
ganjil yang kami alami. Semua itu semakin membuat kami yakin, kalau
cerita rumah yang kami tempati ada hantunya hanyalah bohong belaka.
Hingga sampailah pada hari yang ketujuh....
Hari itu hari Kamis malam Jumat. Sejak siang hujan turun dengan deras
diikuti oleh angin kencang. Aku dan istriku sedang berada di ruang
tengah menyaksikan acara televisi, ketika dari luar terdengar sesuatu
berderak keras dan kemudian tumbang dengan menimbulkan suara yang keras
dan sangat mengejutkan. Sampai-sampai istriku dibuat menjerit dan
memelukku kuat.
Kraaaa....k!! Buuummm.....!!!
"Maass...!"
"Sepertinya ada pohon yang tumbang," gumamku sambil memeluk tubuh
istriku yang menggigil dengan wajah pucat ketakutan. "Sebaiknya
kulihat..."
"Aku takut, Mas," keluh istriku.
"Apa yang mesti kautakutkan? Tak ada apa-apa. Sebaiknya kau di dalam
saja," saranku seraya melepaskan pelukan istriku kemudian melangkah ke
teras rumah. Saat itu kulihat pohon nangka yang ada di halaman rumahku
tumbang sampai ke akar-akarnya.
Rupanya suara tumbangnya pohon nangka itu juga didengar oleh warga
sekitar sehingga mereka pun berdatangan. Kami dibuat terbelalak ketika
melihat tanah lubang bekas akar pohon nangka itu. Di lubang tanah bekas
akar pohon nangka itu terdapat tulang belulang manusia. Entah tulang
siapa.
Karena ada kejadian aneh maka Pak Ramon pun menghubungi polisi. Dokter
forensik dari labkrim langsung melakukan pemeriksaan terhadap kerangka
manusia itu.
Tanpa sepengetahuanku, ternyata istriku keluar dan melihat kerangka
manusia itu. Saat kerangka itu diangkat, tiba-tiba istriku mengeluh
sakit kepala kemudian jatuh pingsan. Hal itu membuatku jadi panik.
Segera kubopong tubuh istriku masuk ke dalam kamar meninggalkan
masyarakat dan para petugas yang masih sibuk mengurusi tulang belulang
itu.
Kejadian malam itu segera berlalu. Aku dan istriku tidak berminat untuk
membahasnya lagi. Semuanya tampak sudah berjalan normal kembali sampai
sekitar seminggu kemudian….. Malam itu aku bermimpi aneh.
Dalam mimpiku, aku melihat istriku tengah bersetubuh dengan seorang
pemuda. Melihat hal itu, tubuhku seketika menggigil karena emosi. Ingin
rasanya aku melabrak keduanya, namun entah mengapa seketika aku tak
mampu berbuat apa-apa. Akhirnya aku hanya bisa melihat bagaimana istriku
merintih-rintih dicumbu dan disetubuhi oleh lelaki lain, yang
samar-samar bisa kulihat ternyata adalah Ajat, muridku sendiri di SMU
tempatku mengajar.
Ajat adalah salah seorang siswa teladan di SMU itu. Selalu menjadi
bintang kelas. Dengan tubuhnya yang besar dan sehat, ia selalu aktif di
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, paskibra maupun
organisasi pencinta alam. Setahuku ia adalah seorang siswa yang sopan
dan baik perilakunya.
Namun... kini aku melihatnya dalam keadaan polos sama sekali tengah
asyik mencumbu dan menyetubuhi istriku yang juga tak mengenakan selembar
benang pun untuk menutupi tubuhnya yang putih dan padat berisi. Tubuh
indah yang selama ini hanya aku sendiri yang bisa melihat dan
menjamahnya.
Entah berapa lama mereka asyik berkasih-kasihan sementara aku seperti
tak berdaya hanya bisa berdiri mematung memandangi aksi mereka. Rasanya
seperti lamaaa... sekali.
Akhirnya, tampak Ajat mencapai puncak kepuasannya. Gerakannya yang
semula seolah tak pernah diselingi istirahat mendadak berhenti. Wajahnya
tampak tegang. Ia sama sekali tak berusaha mengangkat kemaluannya dari
dalam tubuh istriku! Anak jahanam itu benar-benar berusaha mengosongkan
air maninya yang telah siap untuk meledak sejak beberapa puluh menit
yang lalu itu ke dalam rahim istriku yang masih sangat subur. Yang lebih
mengejutkanku ternyata istriku sendiri tampak berusaha menahan anak
muda itu keluar dari dalam tubuhnya. Dicengkeramnya kuat-kuat Ajat yang
sedang menindih tubuhnya di bagian pantatnya.
Ajat pun tampak lemas setelah memuaskan nafsunya kepada istriku yang
cantik. Tiba-tiba saat itulah kedua mata istriku berubah menjadi merah
membara laksana api. Mulutnya menyeringai, menunjukkan sepasang gigi
taring yang runcing.
Entah dari mana datangnya, tahu-tahu tangan istriku sudah memegang
sebilah pisau. Kemudian dengan buas istriku menghunjamkan pisau itu ke
dada pemuda yang telah menyetubuhinya itu.
"Rasakan pembalasanku.... Hiih....!!!"
Jraab!!
"Aaakh.....!!" Ajat menjerit keras. Ia segera melepaskan tubuh istriku.
Darah seketika menyembur dari dadanya. Sesaat tubuh Ajat
menggelepar-gelepar, kemudian terkulai mati.
Aku tersentak bangun dari tidurku. Tiba-tiba aku tak menemukan istriku.
Entah ke mana perginya. Khawatir terjadi sesuatu pada istriku, aku
bergegas bangun dari tempat tidur. Sambil memanggil-manggil, aku
berusaha mencari istriku.
"Han..... Hanii.... Di mana kau?" seruku memanggil sambil terus
melangkah keluar kamar. Di ruang tamu, aku tak menemukan istriku. Dengan
perasaan semakin cemas, aku lari ke kamar sebelah. Kubuka satu-persatu
pintu kamar yang ada namun tetap juga aku tak menemukan istriku. Segera
aku lari ke arah dapur. Saat itu juga, kulihat istriku sepertinya baru
masuk.
"Hani... Dari mana kamu, sayang?" tanyaku seraya mendekat. Kulihat tubuh
istriku menggigil kedinginan. Seluruh pakaiannya tampak basah kuyup.
"Kau baru keluar...?"
Hani mengangguk dengan tatapan mata sayu.
"Untuk apa?"
"Entahlah, aku juga tak tahu, Mas. Tahu-tahu aku sudah di depan pintu
dapur. Karena kudengar kau memanggil-manggil namaku, aku pun masuk,"
tuturnya seperti kebingungan.
"Sudahlah, pakaianmu basah. Ayo cepat ganti, nanti masuk angin," kataku
seraya membimbingnya dengan penuh kasih. Sesampainya di kamar, kulepas
seluruh pakaiannya. Kemudian kuambilkan gaun yang kering dan membantu
mengenakannya. Sedangkan gaun yang basah segera kurendam di dalam air di
kamar mandi. "Masih malam. Ayo tidur...."
Hani pun menurut. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Namun begitu wajahnya tampak seperti kebingungan.
"Apa yang kaupikirkan?" tanyaku.
"Tadi saat aku tidur, aku mendengar ada suara seorang lelaki memanggil
namaku, Mas. Tiba-tiba aku.... aku tak ingat apa-apa lagi. Dan... dan
tahu-tahu aku sudah berada di luar, Mas..." tuturnya dengan wajah masih
menunjukkan kebingungan.
"Sudahlah, semua hanya mimpi," kataku berusaha menghibur hatinya. Untuk
memberikan kenyamanan, aku pun memeluknya. Perlahan kucium keningnya,
tetapi Hani menolakku secara halus.
"Aku capai, Mas," katanya dengan mata yang kuyu dan memelas. Lalu ia
membalikkan tubuhnya membelakangiku dan segera tertidur pulas. Kututupi
tubuhnya dengan selimut yang tebal, lalu aku pun menyusulnya tidur.
Pagi itu aku bangun kesiangan. Kalau saja tak ada kegemparan, mungkin aku tak akan bangun saat itu.
"Ada apa, sayang?" tanyaku pada istriku saat kudengar suara orang ribut.
"Entahlah... Katanya telah ditemukan mayat"
"Mayat?" Bergegas aku bangun. Tanpa cuci muka dulu, aku langsung
melangkah keluar rumah untuk melihat apa yang telah menggemparkan para
warga. Ketika bertemu dengan Pak Ramon aku pun langsung bertanya, "Ada
apa, Pak Ramon?"
"Ajat, Pak Guru."
"Ajat....?! Kenapa dengan Ajat?" tanyaku dengan perasaan berdebar tak menentu.
"Ajat diketemukan meninggal."
"Apa..?! Meninggal?"
Penasaran ingin tahu yang sebenarnya, aku pun langsung menuju rumah
orang tua Ajat untuk melihat sekaligus melayat. Terpaku aku dengan mata
membelalak dan mulut melongo ketika melihat bagaimana keadaan mayat
Ajat. Ajat ditemukan mati dalam keadaan telanjang bulat. Sepertinya
sebelum meninggal, dia terlebih dahulu melakukan hubungan badan dengan
seorang wanita. Yang mengerikan, di ulu hati Ajat terdapat bekas
hunjaman pisau.
Kenapa? Kenapa kejadian yang menimpa Ajat persis seperti mimpi yang
kualami, pikirku tak mengerti. Ya, sebelum aku menemukan istriku di
pintu dapur, aku bermimpi istriku bersetubuh dengan Ajat, salah seorang
muridku. Tiba-tiba, setelah Ajat mencapai puncak kenikmatan, wajah
istriku berubah menjadi buas dan menyeramkan. Kemudian... istriku
menghunjamkan pisau ke ulu hatinya. Oh, Tuhan, apa yang sebenarnya
terjadi? Kenapa mimpiku menjadi kenyataan? Benarkah istriku yang
melakukannya? Tidak! Tak mungkin istriku yang melakukannya. Istriku
sangat lemah. Ia tak akan bisa berbuat sekejam itu.
Dengan langkah gontai, aku pulang ke rumah. Kutemui istriku tengah duduk
termenung dengan wajah tak berdosa. Semua itu, semakin membuatku yakin,
bukan istriku yang melakukannya. Lalu... siapa yang telah membunuh
Ajat? Dan ke mana istriku semalam keluar? Aku benar-benar dibuat tak
mengerti.
"Ada apa, Mas?" tanyanya.
"Ajat, Han."
"Kenapa dengan Ajat?"
"Dia diketemukan mati dengan keadaan mengenaskan. Sepertinya sebelum
dibunuh, terlebih dulu ia berhubungan badan dengan seorang wanita yang
mungkin saja pembunuhnya," desahku lirih sambil memandang ke wajahnya,
ingin tahu bagaimana perubahan wajahnya setelah mengetahui berita itu.
"Ya, Tuhan. Bagaimana mungkin, Mas? Ajat anak baik dan selama ini
kunilai merupakan muridmu yang paling cerdas dan patuh. Rasanya tak
mungkin ia berbuat sejauh itu," tuturnya masih dengan ekspresi wajah tak
berdosa. Semua itu semakin membuatku bertambah tak mengerti.
"Ya, mungkin sudah takdir," desahku.
Malam harinya, kembali aku bermimpi. Saat itu, aku seperti baru pulang
dari bepergian. Karena kulihat rumah sepi, maka aku berusaha mencari
istriku. Setelah kucari ke sana ke mari, entah dari mana petunjuk yang
kudapat, langkah kakiku tiba-tiba terayun ke arah sebuah gudang tua. Dan
memang, di sana akhirnya kutemukan istriku. Namun mataku kembali dibuat
terbelalak, melihat apa yang sedang dilakukan istriku. Saat itu ia
sedang bersama Pak Munandar, Ketua RT tempat kami tinggal.
Saat itu aku melihat pria yang bertubuh gemuk dan berkepala nyaris
gundul dengan kumis tipis di atas bibirnya itu dalam keadaan polos, dan
tengah menggeluti istriku yang juga dalam keadaan polos sama sekali.
Kontras sekali perbedaan mereka dalam keadaan telanjang bulat seperti
itu. Pak Munandar yang gemuk, berkulit gelap dan berwajah tak menarik
dengan istriku yang ramping, berkulit putih bersih dan berwajah cantik.
Sebagaimana mimpiku kemarin, aku pun lagi-lagi tak bisa berbuat apa-apa.
Sekujur tubuhku terasa kaku tak bisa digerakkan. Padahal aku ingin
sekali melabrak keduanya.
Pak Munandar memang tampak kaget ketika melihatku memergoki mereka
berdua dan berusaha melepaskan diri dari pelukan istriku. Lelaki itu
sebetulnya kukenal sebagai seorang yang baik dan suka menolong. Ketika
kami pindah rumah pun ia banyak sekali menolong kami tanpa pamrih. Namun
dengan bibir tersenyum menggoda, istriku berkata, "Jangan takut,
sayang.... Dia tak akan berbuat apa-apa sebab dia lelaki lemah yang tak
mampu memberikan kepuasan. Teruskan sayang..... Aku suka dengan
kejantananmu...."
Darahku mendidih mendengar ucapan istriku yang bibirnya tersenyum penuh
ejekan ke arahku, tapi aku benar-benar tak mampu berbuat apa-apa. Aku
hanya bisa berdiri mematung sambil menyaksikan bagaimana istriku terus
bercumbu dengan Pak Munandar.
Keduanya seperti sudah kerasukan iblis. Godaan istriku yang cantik dan
bertubuh indah telah membuat Pak Munandar seperti lupa segalanya. Ia
kembali menyetubuhi istriku seolah tak peduli ia melakukannya di hadapan
orang lain yang terus memandangi mereka. Di hadapan suami dari wanita
yang sedang disetubuhinya!
Telingaku bagai hendak pecah setiap kali mendengar rintihan dan lenguhan
kenikmatan yang keluar dari bibir istriku dan bibir Pak Munandar.
Kali ini pun aku dipaksa untuk melihat bagaimana Pak Munandar mencapai
orgasme di atas tubuh istriku yang sedang disetubuhinya. Seperti halnya
dengan Ajat, istriku tampaknya ingin sekali membiarkan Pak Munandar
mengisikan benih-benih hasil percintaan mereka ke dalam rahimnya.
Jari-jemarinya yang mungil mencengkeram kuat-kuat pantat lelaki itu yang
besar untuk menolong alat kelamin lelaki itu tetap bersatu dengan alat
kelaminnya sendiri sementara Pak Munandar menyemprotkan setiap tetes air
maninya ke dalam rahim istriku... Tentu saja aku sangat cemburu
melihatnya. Kepalaku terasa akan meledak saat itu.
Ketika Pak Munandar tampaknya telah selesai dan keletihan yang luar
biasa tergambar di wajahnya, tiba-tiba terjadi perubahan pada wajah
istriku. Wajahnya yang semula cantik, berubah menjadi menyeramkan dengan
mata merah membara. Dari mulutnya keluar taring runcing. Lalu, entah
dari mana datangnya, tahu-tahu di tangan istriku telah tergenggam
sebilah pisau tajam. Sedetik kemudian.....
"Kau telah mendapat kepuasan dariku, Munandar, maka kini saatnya aku
harus membunuhmu....!" Bersamaan dengan itu, istriku menghunjamkan pisau
stainless itu ke ulu hati Pak Munandar.
Jraaab...
"Wuaaaa......!!!!" Pak Munandar menjerit sekeras-kerasnya. Tubuhnya
tertarik keluar dari tubuh istriku dengan sentakan yang tiba-tiba. Ia
pun sekarat dengan ulu hati berlubang dan menyemburkan darah, lalu
terkulai di samping tubuh istriku dengan nyawa yang sudah melayang.
Istriku bangkit dengan sikap yang tenang. Ketika ia berdiri, aku bisa
melihat dari dalam alat kelaminnya keluar cairan sperma Pak Munandar
yang pekat. Sisa-sisa benih cinta mereka berdua yang telah menyelesaikan
tugasnya untuk membuahi sel-sel telur istriku yang subur itu mengalir
dengan cukup deras di kedua paha bagian dalam istriku. Wajahnya tak lagi
menyeramkan, tapi pisau yang berlumuran darah masih berada di
genggamannya. Ia berbalik ke arahku dan memandangku dengan senyum penuh
ejekan.
Lagi-lagi seperti kemarin malam, aku tersentak bangun. Segera aku keluar
mencari istriku yang tidak ada di sampingku entah ke mana. Aku yang
tadi bermimpi istriku berada di gudang tua segera menuju pintu depan
untuk keluar dan pergi ke gudang itu. Namun baru saja kubuka pintu,
kulihat istriku sudah berada di depan pintu dengan wajah tampak pucat
dan mata terpejam seperti tidur.
"Hani...!"
Hani membuka matanya.
"Mas, bagaimana aku ada di sini?" tanyanya heran. "Bukankah tadi kita sedang tidur?"
Keningku mengerut turut heran. Ya, tadi memang kami tidur bersama dan
malah berpelukan. Tetapi, aku bermimpi seram lagi dan sebagaimana
kejadian kemarin malam, lagi-lagi istriku seperti kebingungan sendiri
seakan tak menyadari apa yang telah dilakukannya.
Melihat kepucatan wajah istriku, aku jadi tak tega ingin bertanya.
Segera kubimbing dia masuk. Kemudian sebagaimana kemarin, kugantikan
gaunnya yang kotor dan langsung kurendam di dalam air.
Keesokan harinya, kejadian seperti kemarin kembali terulang. Mayat Pak
Munandar diketemukan di dalam gudang tua dalam keadaan mengenaskan.
Sebagaimana mayat Ajat, mayat Pak Munandar juga ditemukan telanjang
bulat. Sepertinya sebelum dibunuh, ia terlebih dahulu bersetubuh dengan
seorang wanita yang diduga sebagai pembunuhnya.
Kejadian demi kejadian aneh yang menimpa kehidupan rumah tanggaku
membuatku merasa bingung. Di satu sisi, aku merasa kalau korban-korban
itu yang membunuhnya adalah istriku. Namun di sisi lain, aku tak yakin
kalau istriku yang selama ini sangat lemah adalah seorang pembunuh.
Tak tahan dengan kejadian-kejadian misterius itu, akhirnya malam itu aku
berusaha untuk tidak tidur. Aku ingin tahu, apa sebenarnya yang terjadi
pada istriku? Namun anehnya, ketika aku tetap tidak tidur, istriku
malah tidur dengan nyenyaknya.
Karena dua malam terakhir kurang tidur, lewat pukul satu dini hari aku
tertidur. Kali ini mimpi itu muncul kembali. Aku melihat istriku berada
di tepi sungai bersama Pak Ramon Da Costa, satpam di sekolah tempatku
mengajar. Sebagaimana biasanya, istriku saat itu tampak begitu mesra
merayu Pak Ramon.
"Jangan begitu, Mbak Hani. Tidak baik.... Mbak Hani kan sudah bersuami?"
kata Pak Ramon berusaha menolak ajakan istriku untuk kencan.
Hani tersenyum menggoda seraya mengangkat gaunnya tinggi-tinggi sehingga
mempertontonkan pahanya yang putih mulus seperti pualam. Mata Pak Ramon
melotot tak berkedip, memandang nanar ke paha mulus istriku.
"Sungguh Pak Ramon tidak kepingin? Bukankah istri Pak Ramon di rumah
sudah tua? Sudah tak menyenangkan lagi...? Ini kesempatan, Pak Ramon.
Jangan disia-siakan....."
Sebetulnya Pak Ramon adalah seorang lelaki yang berwibawa dan dihormati.
Namun menghadapi seorang wanita muda yang cantik dan bertubuh indah
seperti istriku yang menawarkan tubuhnya secara sukarela, lelaki tua
veteran perang Timor Timur itu seolah lupa segala-galanya. Aku baru
menyadari potensi istriku sebagai seorang wanita penggoda. Wajah yang
cantik, tubuh yang indah, usia yang muda, dan rayuan yang maut.
Lengkaplah sudah.... Atau apakah itu bukan istriku? Karena sepanjang aku
mengenalnya, istriku memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Ia
bukanlah tipe wanita nakal yang suka menggoda pria.... Ia adalah tipe
wanita yang sangat setia kepada suami.
Karena terus digoda, akhirnya Pak Ramonpun luluh juga imannya. Maka saat
Hani menggeser duduknya mendekati lelaki itu sambil melingkarkan kedua
tangannya di lehernya, Pak Ramon sama sekali tak melarangnya lagi. Malah
kemudian kedua tangannya yang keriput itu mulai beraksi merayapi
sekujur tubuh istriku.
Darah cemburuku mendidih menyaksikan pemandangan itu. Ingin rasanya aku
membentak agar Pak Ramon dan istriku sadar. Tapi entah kenapa,
kerongkonganku bagaikan kering. Tak sepatah kata pun yang mampu keluar
dari mulutku sehingga aku hanya bisa melihat adegan demi adegan yang
mendebarkan itu berlangsung satu per satu. Bahkan aku hanya bisa menelan
ludah saat Pak Ramon menelanjangi istriku dan keduanya kini sudah
sama-sama polos.....
Dengan buas dan penuh nafsu, Pak Ramon pun mencumbu serta menggeluti
tubuh istriku yang tampak menikmatinya. Aku baru mengetahui bahwa di
balik penampilannya yang tenang, walaupun usianya sudah sekitar setengah
abad, Pak Ramon ternyata memiliki daya tahan yang luar biasa, di
samping juga pengalaman yang tinggi. Dan yang membuatku terkejut adalah
ukuran alat vital Pak Ramon yang ternyata besar sekali!!
Kali ini rupanya istriku menemui tandingannya. Nafsu istriku yang luar
biasa dengan mudah ditanganinya. Bahkan terkadang aku melihat justru
istriku yang usianya kurang dari setengah usia Pak Ramon yang tampak
agak kewalahan mengimbangi nafsu lelaki itu.
Berbagai gaya pun mereka pertontonkan. Ada banyak gaya bersetubuh yang
diterapkan Pak Ramon kepada istriku, yang aku sendiri pun tak pernah
melakukannya terhadap istriku itu atau bahkan tak berpikir sama sekali
tentang cara itu! Aku baru tahu kalau seorang lelaki bisa menyetubuhi
seorang wanita melalui berbagai lubang di tubuhnya - tak hanya melalui
alat kelaminnya - setelah melihat Pak Ramon mempraktekkannya terhadap
istriku. Aku pun baru tahu kalau istriku mau saja disetubuhi oleh Pak
Ramon dari belakang seperti posisi hewan yang sedang kimpoi.
Bahkan yang paling mengejutkanku adalah ketika istriku duduk bertekuk
lutut di hadapan Pak Ramon lalu membiarkan orang tua itu mempompa mulut
istriku yang mungil dengan penisnya yang besar. Tanpa merasa jijik
sedikit pun, Hani menjilati dan mengisapi alat vital Pak Ramon, tak
ubahnya seperti seorang gundik yang tengah melayani tuannya. Seirama
dengan keluar masuknya kemaluan orang tua itu di mulutnya, dari bibirnya
tak henti-hentinya keluar desisan dan lenguhan kenikmatan.
Aku benar-benar seperti sedang menonton film biru. Hanya kali ini
adegannya benar-benar hidup di depan mataku sendiri, dan pelakunya
adalah ISTRIKU sendiri!!
Tanpa terasa menit demi menit terus berlalu. Aku sama sekali tak bisa
bergerak dari tempatku berdiri. Yang bisa kulakukan hanyalah melihat
adegan demi adegan yang dipertontonkan oleh Hani bersama Pak Ramon. Aku
seperti seorang murid yang sedang mendapatkan pelajaran seks dari Pak
Ramon, yang melakukannya dengan cara mempraktekkannya langsung terhadap
istriku sendiri. Dari bibir Hani, terus keluar rintihan dan lenguhan
kenikmatan, diiringi geliatan-geliatan nikmat. Aku bisa melihat paling
tidak tiga kali istriku telah mencapai orgasme dengan hebatnya. Tampak
benar bahwa ia sangat menikmati persetubuhannya dengan Pak Ramon...
Akan tetapi, biar bagaimanapun hebatnya kemampuan seksual seorang pria,
akhirnya pasti akan lemas juga ketika telah mencapai puncaknya. Begitu
pula dengan Pak Ramon. Tampak jelas kelelahan yang luar biasa di
wajahnya. Mungkin ia terlalu memaksakan nafsunya tanpa mengingat bahwa
usianya telah beranjak tua. Maka setelah mendepositkan seluruh benih
sperma hasil kerja kerasnya selama satu jam ke dalam rahim istriku,
lelaki itu benar-benar kehilangan tenaganya.
Dan.... pada saat itulah, untuk kesekian kalinya tiba-tiba wajah istriku
berubah menjadi menyeramkan. Entah dari mana datangnya, di tangan
istriku tergenggam sebilah pisau tajam lalu.....
Jraab...
"Aaakh.....!!" Pak Ramon menjerit ketika pisau yang tajam itu bersarang
di ulu hatinya. Tubuhnya tercerabut dari tubuh istriku sambil
meregang-regang untuk kemudian ambruk tanpa nyawa lagi.
Lagi-lagi aku tersentak bangun. Cepat aku keluar mencari istriku.
Sebagaimana yang kulihat dalam mimpiku, aku langsung menuju ke sungai.
Sesampainya di sana, seketika aku terperangah dengan apa yang
kusaksikan. Ternyata mimpiku memang benar-benar nyata! Tampak istriku
dengan buasnya menghunjamkan pisaunya berkali-kali ke tubuh Pak Ramon
yang malang.... Setelah selesai, istriku yang merasa ada orang yang
memperhatikannya segera membalikkan tubuhnya. Matanya tampak buas
seperti mata setan, memandang tajam ke wajahku.
"Hani....."
"Hua ha ha ha..... Kau pun akan mendapatkan giliran!" dengusnya dengan
mata terus memandang buas ke arahku. Dengan tangan masih memegang pisau
yang berlumuran darah, Hani bergerak ke arahku. Dia bermaksud
membunuhku!
"Hani.... Sadar, sayang. Aku Sumanto.... suamimu....!" seruku berusaha
menyadarkan Hani. Tapi rupanya Hani yang sudah dikuasai oleh makhluk
halus jahat bagai tak mendengar. Dengan pisau terhunus, ia berusaha
membunuhku. Tenaganya sungguh sangat luar biasa. Aku sendiri tak sanggup
untuk membendung serangannya yang terus datang bertubi-tubi sehingga
akhirnya terjatuh lemas. Aku hanya bisa terduduk pasrah, siap menerima
kematian yang sebentar lagi akan datang menjemputku.
"Hua ha ha ha.... Kini saatnya pembalasanku tiba, Darga! Dulu ketika kau
tanam aku hidup-hidup, aku pernah bersumpah. Jika aku hamil nanti, maka
pembalasan akan tiba! Kinilah saatnya.... karena aku telah memasuki
raga wanita yang subur ini dan aku telah membuatnya hamil!" dengus suara
wanita lain yang keluar dari mulut Hani seraya mengayunkan pisau ke
arahku.
Kupejamkan kedua mataku, dengan hati memohon perlindungan serta pasrah kepada Tuhan. "Ya Tuhan, ampunilah segala dosaku....."
Ketika tangan Hani terangkat ke atas dan siap menghunjamkan pisau ke ulu
hatiku, tiba-tiba dari arah selatan melesat seberkas cahaya merah
menghantam pergelangan tangannya. Pada saat itu Hani memekik dengan
tubuh terhuyung. Tak lama kemudian, tahu-tahu di depanku telah berdiri
sesosok lelaki tua.
"Kau....?" desis suara dari mulut Hani dengan mata membelalak ketika melihat sosok lelaki tua yang menolongku.
"Ya, aku Darga, suamimu, Sekarsih.... Kau memang wanita binal! Meski
wujudmu sudah berubah, masih saja kebinalanmu membawa korban!" dengus
lelaki tua yang mengaku bernama Darga itu tajam. "Jika kau mau membalas
dendam, seharusnya akulah yang kau balas, Sekarsih. Bukan pasangan muda
ini. Keluarlah dari raganya, Sekarsih. Ayo, ikut aku...."
"Tidak! Aku tak akan pergi sebelum menuntaskan dendamku!" tolak Sekarsih.
"Dendam apa lagi, Sekarsih? Dendammu hanya padaku, karena akulah yang
telah menguburmu hidup-hidup. Namun itu semua kulakukan demi keamanan
dan keselamatan manusia. Sebab jika kau dibiarkan hidup, maka korban
akan terus berjatuhan. Sayang, rupanya wanita malang itu sedang haid
ketika melihatmu sehingga dengan mudah kau mampu menguasainya."
"Hua ha ha ha.... Itu memang sudah lama kutunggu, Darga! Lima puluh
tahun lamanya aku menunggu saat-saat seperti ini..... sampai aku
menemukan wanita muda yang subur ini dan melalui raganya aku bisa hamil
sehingga terpenuhilah syaratku untuk membalas dendam."
"Hentikan Sekarsih. Kumohon, jangan sakiti mereka," pinta Darga.
"Baik, tapi sebelum aku pergi, kuminta kau mau menyetubuhiku, suamiku. Lama kita tak bermesraan, suamiku...."
Darga tampak bimbang mendengar permintaan roh Sekarsih. Bagaimana
mungkin dia harus menyetubuhi Hani? Meski raga Hani dikuasai oleh roh
Sekarsih, tetap saja yang berhubungan badan adalah raga Hani.
"Itu tak mungkin kulakukan, Sekarsih. Raga yang kau tempati adalah istri lelaki muda ini. Kumohon, mengertilah....."
"Persetan! Aku tak akan keluar dari raga ini sebelum kau ikut menanamkan
benihmu ke dalam rahimnya!" tegas Sekarsih tetap pada pendiriannya tak
akan meninggalkan raga Hani kalau Darga tak mau menyetubuhinya.
"Aku merasakan tubuh wanita ini sedang memasuki masa suburnya sejak dua
hari yang lalu. Sel-sel telurnya yang masak sudah menunggu untuk dibuahi
oleh benihmu. Gairah seksualnya sedang berada di puncak …. dan dengan
aku yang mengendalikan tubuhnya, lengkaplah sudah yang kita perlukan
untuk memuaskan dendam nafsu kita selama lima puluh tahun."
"Maaf, anak muda...." desah Darga penuh sesal.
"Saya mengerti, Pak."
Darga pun melangkah mendekat. Sekarsih tersenyum penuh kemenangan.
Wajahnya yang menyeramkan berubah kembali menjadi wajah Hani, istriku
yang cantik. Aku hanya bisa memejamkan mata, tak mampu menyaksikan
pemandangan yang menyakitkan itu. Istriku yang sejak tadi masih bugil,
yang raganya dikuasai oleh Sekarsih, dengan mesra memeluk dan mencumbu
seorang lelaki tua renta yang usianya pun lebih tua daripada kakeknya
sendiri.
Istriku menciumi mulut Darga dengan mesranya seakan baru saja bertemu
dengan seorang kekasih yang telah lama tak berjumpa. Dengan mesra dan
menggoda, ia pun melucuti seluruh pakaian Darga sehingga tampaklah tubuh
rentanya yang kurus dan penuh dengan keriput. Karena Darga telah
mencapai usia yang uzur, istriku merasa harus membantu merangsang nafsu
seksualnya.
Ia pun berlutut di depan Darga dan memasukkan alat vital lelaki tua itu
ke dalam mulutnya. Sama seperti yang ia lakukan terhadap Pak Ramon hanya
beberapa waktu yang lalu. Hal yang tak pernah dilakukannya terhadapku,
suaminya sendiri. Aku hanya dapat menatap perlakuan istimewa istriku
terhadap lelaki-lelaki itu dengan cemburu.
Rupanya cara itu memang manjur untuk mengembalikan gairah Darga yang
sudah mulai sulit untuk bangkit. Lelaki tua itu pun melenguh kenikmatan
dan tangannya secara spontan memegangi ubun-ubun istriku seolah takut
kalau ia menghentikan kegiatannya. Istriku tampak senang melihat hasil
kerjanya dan semakin bersemangat melakukannya. Kini istriku melakukannya
sambil sesekali tersenyum dan terus memandang ke atas ke wajah Darga.
Mata mereka pun saling berpandangan dengan mesranya.... Tampaknya di
satu sisi Darga pun tak bisa menyembunyikan perasaan rindunya akan
pelayanan istrinya yang binal tapi memuaskan itu.
"Oh, jangan sekarang, sayang....." kata istriku ketika merasakan cairan
bening sebelum air mani dari penis Darga sudah mulai membanjiri
mulutnya. Tampaknya lelaki tua renta itu sudah hampir mencapai orgasme.
Dikeluarkannya kemaluan Darga yang sudah mengeras seperti batu dari
dalam mulutnya yang basah. "Aku ingin kau ikut menanamkan benihmu ke
dalam rahim perempuan ini....."
Hani pun membaringkan tubuhnya yang polos itu ke tanah, sementara Darga
tanpa dikomando lagi langsung menindih dan memasuki tubuh istriku.
Setelah memompa beberapa lama, tampak Darga tak kuat lagi menahan
desakan pada alat kelaminnya. Lenguhannya terdengar berat dan
disemprotkannyalah semua air mani yang bisa dikeluarkannya ke dalam
tubuh istriku. Hani pun tampaknya mengalami orgasme yang hebat tak lama
setelah itu. Rintihan panjang keluar dari bibirnya disertai dengan
ekspresi wajah yang sangat puas. Dendam nafsunya seolah terbalaskan pada
saat itu juga.
Saat itu juga tampak Darga terjatuh dan sepenuhnya menimpa istriku. Hani
pun tak berapa lama kemudian tertidur karena kelelahan. Sementara
selama beberapa saat aku terbengong-bengong tak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba dari raga Darga keluar sesosok bayangan gaib lelaki muda.
Sementara itu dari raga Hani pun keluar sesosok bayangan wanita muda
yang sangat cantik. Rupanya itulah Sekarsih. Sosok keduanya lalu
menghilang begitu saja.
Aku baru sadar bahwa Darga telah meninggal. Jantungnya sudah tak
berdetak lagi. Dengan khawatir aku memeriksa Hani. Syukurlah.....
ternyata istriku itu masih hidup. Hanya saja ia tertidur karena
kelelahan. Dengan susah payah aku segera melepaskan mayat lelaki tua itu
dari tubuh istriku. Rupanya nyawa Darga melayang tepat ketika ia
mencapai orgasme. Alat kelaminnya masih dalam keadaan tegang dan kaku
sehingga masih cukup kokoh menyatu dengan alat kelamin istriku. Tanpa
berpikir untuk mengurusi mayat kedua lelaki itu, aku segera membopong
tubuh istriku yang telanjang kembali ke rumah. Hari masih malam dan
suasana di sekitar situ sangat sepi jauh dari pemukiman penduduk.
Bagaimana pun aku takut kalau-kalau ada orang yang memergoki kami di
sana dalam keadaan seperti itu.
Sesampai di rumah aku langsung memakaikan gaun kepada tubuh istriku yang
telanjang bulat dan membaringkannya di tempat tidur. Sengaja aku tak
memandikannya walaupun tubuhnya penuh dengan keringat dan air mani dari
dua orang lelaki yang telah menyetubuhinya malam ini, karena aku tak mau
membangunkannya. Aku seperti yakin bahwa jika ia terbangun esok pagi,
tak sedikit pun kejadian malam ini dan juga malam-malam sebelumnya yang
akan diingatnya. Aku sendiri tak bisa tidur semalaman. Melihat langsung
istriku yang muda dan cantik disetubuhi oleh 4 orang lelaki selama 3
malam berturut-turut jelas bukan suatu pengalaman yang pernah
kubayangkan sebelumnya. Sampai pagi pikiranku tak bisa lepas dari hal
itu.
Benar saja, keesokan harinya ketika bangun istriku seolah-olah tak tahu kejadian-kejadian dahsyat yang telah terjadi sebelumnya.
"Ada apa, Mas?" tanya Hani ketika bangun dan melihat aku sedang memandanginya.
"Entahlah. Yang kutahu kau sedang hamil, sayang...." jawabku yang memang bingung tak tahu harus berkata apa.